Cerita Angkot pt.3


Hari ini biasa saja. Sedikit terlambat bangun dan saya agak terburu-buru. Pukul 6.30 saja saya masih di rumah, tergesa menghabiskan sarapan hingga akhirnya menyambar ponsel dan langsung bergegas. Di luar gerimis dan itu cukup menyulitkan perjalanan. Ribet juga ternyata bawa payung yang terlilit kabel headset, untung saja tidak ditambah dengan mencuci baju sekalian. Dalam hati gerutuan saya sudah menumpuk. Sebagian tercecer pada genangan-genangan yang membuat kaki saya basah.

Tergesa, saya menaiki salahsatu angkutan kota, yang warnanya biru. Tapi bukan yang ada baling-balingnya ya, itu namanya helikopter. Tapi lalu harapan saya (untuk dapat sesegera mungkin datang ke kampus) buyar seketika saat mendapati kenyataan: supirnya sedang asik makan gorengan.

Sial. Ini akan makan waktu.

Kesal sendiri, saya membesarkan volume speaker headset saya. Membiarkan Cobra Starship mengisi ruang telinga.

Tiba-tiba supir itu menoleh dan mengatakan sesuatu tapi yang saya terima cuma bibirnya saja yang bergerak-gerak. Saya tidak peduli, dia sudah membuat saya hampir kehilangan absen dari dosen saya. Supir itu berkata lagi. Rautnya masih sama, ramah tanpa peduli akan wajah saya yang sudah ditekuk jadi sepuluh. Kali ini saya mengecilkan volume speakernya dan suaranya terdengar jelas.

"Mau gorengan, mbak? Mukanya pucat gitu, belum sarapan ya?"

Mendadak saya merasa kerdil sendiri. Ada malu yang merayap melumatkan sikap intoleran saya. Dan hingga saat ini, saat saya diam-diam bercerita sama kamu , saya masih dikuasai rasa malu.

Keko: Sarah

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

entah mengapa, cerita angkot ini menarik untuk dibaca. Dari pt1-pt3 semuanya ludes dilahap pikiran saya. Kata-katanya begitu cerdas, simple, dan bermakna. lanjutin lagi dong angkot nya