Amare et sapere vix deo conceditur

Kedatanganmu mencuat saat hari mulai penat dan otak ini nyaris sekarat. Lalu semua terjadi begitu cepat dan yang aku tahu, kamu telah membuatku tercekat. Atau mungkin cuma perkara waktu yang kurang tepat?

Eksistensimu yang mungkin kebetulan itu mungkin agak tergesa saat mengaktifkan neurotransmitter di kepala ini. Dan tentu saja, membuat seperangkat dopamine ini berlompatan gila, terlalu reaktif  bahkan untuk sekadar memberi jeda pada kewarasan.

Why should you occupy my mind?

Ini diluar skenario. Karena seharusnya hubungan kita menjelma rasa platonik yang kita tertawakan sambil menoyor kepala. Semestinya hubungan ini berlanjut dengan SMS yang terkirim ketika ada perlu saja. Seyogyanya, kamu cuma harus jadi rautan eyeliner yang kucari untuk dimanfaatkan sesuai fungsinya. Sepatutnya, kamu bukan menjadi partner tempatku mengadu dan bercerita kelewat banyak seperti sekarang ini.

Amare et sapere vix deo conceditur. Siapa juga yang bisa berpikir waras ketika rasa ini sudah melantur? Toh juga sebungkus rindu ini tidak pernah menuntut untuk meminta ditelaah. Walaupun terdengar jelas, membran-membran sel otak yang berusaha keras membangunkan logika. Persetan sudah dengan logika.

Lagi-lagi, marilah kita salahkan Tuhan saja agar habis perkara.
Untuk waktu yang tidak tepat.
Untuk amigdala yang mendadak korslet.
Untuk anterior cing uli cortex yang mungkin meleleh.
Untuk eksistensimu yang pelan mulai melebur dan melebar ke ruang-ruang yang ada... Ruang yang dulu kukira sebaiknya dibiarkan terkunci saja.

Namun bagaimana jika semua alasan itu malah mendorongku untuk berterima kasih kepada Tuhan, pada akhirnya?

Sebaiknya aku salahkan kamu saja, kalau begitu. ;)

Keko: Sarah

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar: